Minggu, 27 November 2016

Dampak Pembangunan RS Tiara Sella Kota Bengkulu

Pada awalnya RS Tiara Sella merupakan sebuah Rumah Bersalin yang didirikan oleh DR H.M Zayadi Hoesein pada tanggal 31 juli 1989, berlokasi di jalan S Parman No. 52 Padang Jati Kota Bengkulu, dengan status menyewa sebuah rumah.
Pada tahun 2008, diajukanlah pengalihan dari klinik menjadi rumah sakit umum dengan nama Rumah Sakit Tiara Sella dengan kapasitas 54 tempat tidur. RS Tiara Sella berada di bawah naungan perusahaan berbadan hukum PT. Graha Bernoza.
Rumah sakit ini didirikan diatas lahan seluas 2610 m2, dengan bangunan berlantai empat seluas 2705 m2. Rumah sakit Tiara Sella mulai beroperasi sejak 1 januari 2010 dan diresmikan pada tanggal 24 februari 2010 oleh gubernur Bengkulu H. Agusrin M Najamudin dan Walikota Bengkulu H. Ahmad Kenedi. SH. MH.
Namun dimulai pada tahun 2012 lalu, terjadi konflik antara masyarakat dan pihak rumah sakit yang berkaitan pada berdirinya bangunan Tiara Sella tersebut. Sebagian masyarakat terutama masyarakat yang bertempat tinggal dikawasan rumah sakit merasa resah, hal itu diakibatkan pencemaran lingkungan yang disebabkan limbah dari Rumah Sakit tersebut. 
Oleh karena itu, saya selaku penulis bermaksud ingin mengkaji dampak pembangunan Rumah Sakit tersebut, diantaranya saya melakukan observasi serta wawancara kepada masyarakat yang bertempat tinggal di daerah kawasan Rumah Sakit tersebut.
Saudara Yasykur, seorang mahasiswa berumur 19 tahun berpendapat "Rumah Sakit Tiara Sella ini dibangun pada tempat yang salah, seharusnya RS harus dibangun jauh dari pemukiman warga, atau setidaknya mempunyai IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) agar limbah cair maupun padat tidak mencemari lingkungan sekitar, akibatnya warga tidak terpasok air bersih, air yang diterima adalah air yang telah tercemar limbah rumah sakit, sehingga sering kali menimbulkan penyakit"
Pak Fredi selaku warga yang tinggal di daerah tersebut juga berkomentar "RS Tiara Sella ini seringkali meresahkan warga, apalagi karena limbahnya, seharusnya pemerintah menindak lanjuti permasalahan ini, kalau tidak mau ada saluran pengolahan, seharusnya tutup saja rumah sakit ini"
Namun pihak rumah sakit berjanji akan meyakinkan masyarakat bahwa RS tersebut sekarang sudah dipasangi IPAL. Hal ini pun mendapat tanggapan dari salah satu warga yaitu Pak Sofyan "Jikalau ada, kami berharap pihak rumah sakit tersebut terus meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai adanya IPAL, dan meyakinkan masyarakat bahwa tidak akan terjadi apa-apa terhadap lingkungan dikarenakan telah dipasangnya IPAL tersebut"
Itulah hasil observasi serta wawancara yang telah saya lakukan, dari hasil tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa Pihak RS seharusnya memikirkan keadaan lingkungan terlebih dahulu, serta mengatasi kekurangan dalam bangunan tersebut sebelum mendirikan serta meresmikan bangunan tersebut, agar tidak berdampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.